Rabu, 21 Desember 2016

Ulasan Teater Jaka Tarub



Ulasan Teater Jaka Tarub

Gedung Pusat lantai 7 Universitas PGRI Semarang menjadi saksi bisu pementasan teater Jaka Tarub dan monolog Balada Sumarah. Pementasan ini dillangsungkan pada hari Selasa, 04 Oktober 2016. Acara pementasan ini diselenggarakan oleh teater Gema.
Rasa penasaran yang begitu kuat mendorong mahasiswa untuk menyaksikan pementasan ini. Seperti yang sudah kita ketahui, teater bukanlah suatu hal yang tabu bagi mahasiswa. Terutama bagi kami mahasiswa Bahasa Indonesia. Selain para mahasiswa, ada beberapa siswa SMA yang ikut serta menyaksikannya. Satu per satu penonton berdatangan dan menunggu di depan pintu masuk Gedung Pusat lantai 7. Walaupun harus antre dan berpanas-panasan, penonton tetap menunggu hingga pintu masuk dibuka. Masalah waktu yang tidak sesuai dengan jam yang tertera dijadwalpun sudah menjadi hal yang biasa. Kamipun sebagai penonton tetap setia untuk menunggu.
Sekitar pukul 15.35 pintu masukpun dibuka. Satu per satu penonton secara berurutan memasuki tempat pementasan. Penonton harus berjalan disela tembok dan kain hitam yang gelap. Hanya ada suara hentakan sepatu yang mengiri langkah para penonton. Dinginnya ruangan ditempat pementasan itu semakin menambah hening suasana sebelum pementasan dimulai.
Para penonton berjajar rapi. Setelah sorot lampu panggung dinyalakan ada dua orang perempuan menyapa kami. Mereka adalah pemandu acara selama pementasan ini berlangsung. Ada sedikit kalimat-kalimat pembuka yang mereka ucapkan sembari menunggu segala sesuatunya siap. Namun suara mereka terkadang terdengar begitu lirih sehingga kami sebagai penonton tidak bisa mendengarnya dengan jelas. Setelah segala sesuatunya siap pementasan teater Jaka Tarub dimulai.
Ini bukanlah kali pertama saya menonton teater. Kali ini seni teater yang akan dipentaskan bertemakan cerita rakyat. Lebih tepatnya, teater yang akan dipentaskan adalah cerita rakyat Jaka Tarub. Semua orang di negeri ini tentu sudah mengetahuinya Dari judul tersebut, tentu sebagai seorang penonton kita sudah mengetahui tentang tokohnya, alur ceritanya, dan sebagainya. Dalam bayangan saya, ceritanya pasti menggunakan alur maju yang dimulai dari Jaka Tarub sewaktu masih bersama Ibunya seperti cerita yang sudah pernah kita baca ataupun sudah pernah kita dengar.
Namun sungguh diluar dugaan saya, cerita dibuka dengan alur yang berbeda. Cerita dibuka dari terbangunnya seorang Bapak dari tidurnya yang lelap di bawah bulan purnama yang indah. Sebuah mimpi telah membangunkannya. Tak jelas siapa Bapak yang baru bangun dari tidurnya itu. Dari adegan ini, saya sebagai penonton hanya mengetahui bahwa Bapak tersebut mempunyai putri cantik bernama Nawang. Melalui adegan pembukaan ini, saya mulai berpikir. Nampaknya cerita ini akan dibuat lebih menarik dan akan disajikan menggunakan alur yang berbeda.
Panggung pementasanpun gelap. Lampu-lampu kembali dimatikan. Tak nampak darimana datangnya sosok pria kurus, tinggi, dan berambut agak keriting yang tak lama kemudian ditemani oleh seorang tokoh yang berperawakan agak gemuk. Tokoh yang kurus, tinggi, dan berambut agak keriting bernama Jaka Tarub terbangun dari tidurnya karena sebuah mimpi. Setiap bulan purnama datang ia selalu bermimpi seperti itu. Suatu hal yang mustahil terjadi di dunia nyata. Perbincangan Jaka Tarub dan temannyapun terus berlangsung.
Cerita dilanjutkan dengan perginya Jaka Tarub ke sebuah hutan untuk berburu. Dalam waktu yang bersamaan, ada tujuh bidadri yang hendak turun ke bumi. Sebelum turun ke bumi mereka bercakap-cakap diantara awan dan di bawah indahnya bulan purnama. Beberapa  tokoh berekspresi seolah-olah mereka masih terbang dan hendak turun ke bumi.
Sebelum mandi di sungai, mereka meletakkan pakaian mereka di atas batu. Tak lama kemudian, ada suara ayam berkokok. Merekapun bergegas untuk kembali ke khayangan. Namun selendang Nawang Wulan tidak ada dan kemudian Jaka Tarub datang membawa pakaian sehingga Jaka Tarub dijadikan suami oleh Nawang Wulan.
Sorot lampu di panggung meredup. Setelah dihidupkan, ada dua tokoh yang datang untuk menghibur para penonton. Kurang jelas dua tokoh tersebut datangnya darimana dan bagaimana hubungannya dengan cerita yang dipentaskan. Nampaknya kehadiran mereka tidak ada hubungannya dengan cerita yang dipentaskan. Mungkin sang sutradara tidak ingin teater yang dipentaskan alurnya terlihat begitu cepat sehingga dimasukkanlah dua tokoh yang bernama Tomo dan Topo.
Tak lama kemudian, Jaka Tarub mendapatkan seorang anak dari Nawang Wulan yang diberi nama Nawangsih. Namun pada suatu hari Jaka Tarub ingkar terhadap Nawangwulan sehingga Nawangwulan marah. Pada akhirnya Nawangwulan mengetahui bahwa Jaka telah menyembunyikan selendangnya. Kemarahan Nawangwulan semakin menjadi-jadi. Nawangwulan berkata kepada Jaka bahwa cinta dan kebohongan itu suatu hal yang berbeda. Cerita diakhiri dengan terbangunnya seorang Bapak dari tidurnya seperti yang ada di awal cerita dan sorot lampu kembali dimatikan.
Sang sutradara menggunakan alur cerita yang cukup menarik dan terkesan berbeda dari cerita Jaka Tarub yang seperti biasa kita baca atau dengar. Ekspresi merupakan suatu hal penting dalam sebuah pementasan teater. Ekspresi yang tepat dapat membawa penonton untuk lebih memahami cerita, tetapi ekspresi yang tidak jelas juga akan membuat para penonton bingung atau salah dalam menafsirkan isi cerita. Namun setidaknya teater ini telah menghidupkan kembali ceri rakyat yang ada di Indonesia.

UPGRIS Bersastra



UPGRIS Bersastra

Bulan Bahasa yang jatuh pada bulan Oktober adalah bulan yang sangat spesial bagi kami mahasiswa Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni. Beberapa hari yang lalu, Balairung Universitas PGRI Semarang seolah-olah menjadi saksi bisu bedah buku karya sastrawan Triyanto Triwikromo. Gedung yang megah sengaja diseting sedemikian rupa untuk menyambut kedatangan sastrawan luar biasa kelahiran Salatiga ini. Sastrawan ini merupakan salah satu sastrawan yang pernah menempuh pendidikan S1 di Universitas PGRI Semarang. Tentunya hal itu menambah spesial momentum ini. Kami sebagai mahasiswa yang merupakan adik tingkat dari Beliau juga turut merasa bangga dan merasa menjadi orang yang spesial telah menjadi saksi bedah buku Beliau.
Musikalisasi puisi yang indah sengaja disuguhkan bagi para penonton dan penikmat sastra dalam acara ini. Musikalisasi puisi dibawakan oleh Biscuitime. Selain musikalisasi yang indah dari Biscuitime, Bapak Muhdi, SH., M.Hum. Rektor Universitas PGRI Semarang juga turut memberikan sambutannya.
Acara bedah buku ini terasa sangat spesial karena tidak hanya membedah satu buku. Ada 3 buku yang dibedah pada acara ini, diantaranya adalah Bersepeda ke Neraka, Selir Musim Panas, dan Sesat Pikir Para Binatang. Selain ada 3 buku yang dibedah, hadir pula 3 kritikus yang sangat luar biasa. Diantaranya adalah Bapak Nur Hidayat, Bapak Prasetyo Utomo, dan Bapak Widyanari Eko Putra. Namun spesialnya, buku-buku yang dibedah ini dikarang oleh satu pengarang hebat Bapak Triyanto Triwikromo. Acara ini ditemani oleh host yang istimewa Dr.Harjito dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas PGRI Semarang yang selalu santai dan selalu terlihat berwibawa dihadapan para mahasiswa.
Ada beberapa hal yang menarik dari penampilan yang disampaikan oleh para pengisi acara dan perbincangan para kritikus. Penampilan dari Rektor Universitas PGRI Semarang juga cukup mengejutkan. Tak tanggung-tanggung Beliau memainkan senar-senar gitar di atas panggung Balairung. Selain Bapak Muhdi, Ibu Sri Suciati juga turut meramaikan acara ini. Beliau membacakan puisi dengan ditemani alunan musik dari karawitan dan suara indah salah seorang mahasiswa Bahasa Inggris Universitas PGRI Semarang.
Karya yang dihasilkan oleh sastrawan Triyanto Triwikromo bukanlah karya yang sederhana dan dapat dimengerti dengan mudah oleh para pembaca. Ada salah seorang kritikus yang menyuarakan bahwa untuk memahami 3 buku karya Triyanto Triwikromo ini dibutuhkan suatu proses yang tak mudah. Ada beberapa buku yang harus dibaca terlebih dahulu agar mampu memahami dengan mudah karya sastrawan yang satu ini.
Dari hal yang dikemukakan salah seorang kritikus tersebut, mungkin dapat kita tafsirkan bahwa sastra bukanlah suatu hal yang mudah. Kebanyakan orang selalu memandang sebelah mata sebuah karya sastra. Mereka tidak tahu betapa susahnya belajar untuk menghasilkan sebuah karya sastra. Karya sastra juga suatu hal yang penting bagi seorang mahasiswa khususnya bagi kami mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
Mahasiswa umumnya acuh terhadap karya sastra. Bagi sebagian mahasiswa, menonton sebuah pagelaran musik atau sekadar bepergian yang jauh tanpa tujuan yang pasti dianggap lebih asik daripada menonton musikalisasi puisi ataupun berbelanja novel di toko buku. Entah mengapa, kesenangan sesaat seperti itu memang selalu bisa menguasai diri mahasiswa. Namun tak semua mahasiswa seperti itu. Mungkin Triyanto Triwikromo adalah salah satu bukti nyata salah seorang mahasiswa yang mampu menentang godaan kesenangan sesaat ketika menjadi seorang mahasiswa.
Terkadang mahasiswa juga kurang memahami bahwa menikmati sebuah karya sastra juga dapat dianggap sebagai sebuah media belajar. Salah satu manfaat yang dapat kita ambil dari membaca sebuah karya sastra adalah mampu mengetahui atau belajar tentang kosakata maupun tata bahasa. Saya yakin, seseorang tak akan terlahir menjadi sastrawan yang hebat tanpa menguasai banyak kosakata. Sastrawan sehebat Triyanto Triwikromo juga tidak mungkin terlahir secara instan untuk menjadi sastrawan yang dikenal oleh banyak penikmat sastra. Beliau juga pernah merasakan susahnya belajar untuk membuat karya sastra seperti kita mahasiswa pada umumnya.
Tanpa kita sadari, menikmati sebuah karya sastra juga menjadi media yang menghibur. Orang-orang yang terbiasa menikmati sebuah karya sastra dapat mencari hiburan tersendiri melalui karya sastra yang dibaca atau disaksikannya. Bahkan mungkin bukan suatu hiburan yang biasa bila kita menjadi seorang sastrawan yang luar biasa seperti Triyanto Triwikromo. Tentunya sastrawan yang hebat juga memiliki cara tersendiri untuk bisa menikmati sebuah karya sastra.
Melalui hal-hal yang telah diutarakan oleh para kritikus, mungkin dapat kita ambil suatu aura positif. Melalui perbincangan singkat mereka, sedikit banyak kita telah mengetahui tentang sebuah karya sastra dan juga seorang sastrawan. Jika mendengar dari beberapa karya yang telah dibacakan oleh beberapa pembaca, kita dapat mengetahui beberapa hal tentang Triyanto Triwikromo. Mungkin salah satunya kita mampu mengetahui bahwa Beliau adalah salah satu sastrawan yang religius. Selayaknya sebagai seorang mahasiswa kita mampu meneladani sifat beliau yang mampu memahami betapa pentingnya sastra bagi seseorang, terutama bagi mahasiswa.

Tanggapan Esai “Teater Jaka Tarub oleh Dwi Ernawati"


Tanggapan Esai “Teater Jaka Tarub oleh Dwi Ernawati"

Esai dengan judul Teater Jaka Tarub yang ditulis oleh Dwi Ernawati cukup menarik. Penulis telah mengemas esai dengan baik, dibuat sesuai dengan apa yang penulis telah lihat secara langsung. Dimulai dari penggambaran suasana hingga pada jalannya pementasan dan ulasan tentang pementasan teater tersebut. Kronologi pementasan ditulis secara urut dan disertai beberapa ulasan. Seperti yang telah tertera pada judul esai, penulis menulis esai tentang teater Jaka Tarub. Kisah atau cerita rakyat yang telah melegenda di negeri ini. Penulis telah menjelaskan tentang penyelenggara teater dan tempat dimana teater dipentaskan dengan cukup jelas.
Dalam esai tersebut, telah dijelaskan bahwa sutradara mempunyai peran yang sangat penting dalam sebuah pementasan teater. Bahkan sutradara dapat menjadi penentu sukses atau tidaknya sebuah pementasan teater. Dalam sebuah pementasan teater, sang sutradara berperan layaknya seorang produser. Harus berkoordinasi dengan banyak pihak demi suksesnya sebuah pementasan. Harus berkoordinasi dengan penulis naskah, memikirkan setting, dan tentunya harus memilih pemain dengan tepat.
Dalam esai yang berjudul Teater Jaka Tarub ini, disebutkan bahwa sang sutradara cukup kreatif dalam mengemas jalannya cerita. Hal yang sangat mencolok dan sangat menarik perhatian adalah perihal alur yang dipilih oleh sutradara.  Tidak seperti cerita-cerita Jaka Tarub pada biasanya, telah diungkapkan oleh penulis bahwasanya alur cerita Jaka Tarub yang ini sangatlah berbeda. Sutradara tidak menggunakan alur maju seperti pementasan teater pada umumnya tetapi pementasan cerita dibuka dengan adegan seorang Bapak yang sudah tua yang tiba-tiba terbangun dari tidurnya karena sebuah mimpi dan kemudian Bapak tersebut didekati oleh seoarang perempuan cantik yang tidak lain adalah anaknya. Kemudian cerita dilanjutkan  ke masa muda seorang tokoh yang bernama Jaka Tarub.  Melalui alur cerita yang telah dibangun dengan baik tersebut mampu membuat para penonton bertanya-tanya akan jalannya cerita, para penonton berpikir akan siapa Bapak tua itu dan ada hubungan apa dengan kisah Jaka Tarub. Hampir semua penonton mampu hanyut dalam jalannya cerita.
Selain keunikan alur cerita yang telah diulas dalam esai Dwi Ernawati, keindahan desain panggung dan tata lampu juga sangat menawan. Seperti yang telah diungkapkan bahwa lampu dimatikan dan dihidupkan sesuai dengan cerita yang sedang dipertunjukkan. Dalam pementasan sebuah teater, tata panggung dan tata cahaya merupakan aspek yang cukup penting dalam menunjang keberhasilan sebuah pertunjukkan teater. Dapat dibayangkan jika sebuah pementasan teater tidak menggunakan lampu atau hanya menggunakan pencahayaan yang natural, tentu kurang menarik minat penonton dan akan membuat bosan. Panggung pementasan juga harus didesain sedemikian rupa sesuai kebutuhan dalam cerita. Seperlunya saja, tak perlu berlebihan. Karena jika berlebihan juga akan mengganggu pemain dalam bergerak atau berekspresi.

Pentingnya ekspresi dalam pementasan teater.
Pengertian ekspresi dalam seni adalah ungkapan perasaan para pelaku seni yang merupakan perasaan khusus yang bisa membangun nilai dan sikap.  Munculnya perasaan ini umumnya dipicu oleh interaksi para pelaku seni dengan lingkungannya. (Soehardjo : 2005)
Mengacu pada pengertian tersebut, dapat kita pahami bahwa ekspresi merupakan pengungkapan atau suatu proses untuk menyampaikan maksud kepada penonton. Semua makhluk hidup tentu pernah berekspresi, bahkan sering berekspresi. Makhluk hidup yang paling sering berekspresi adalah  manusia. Manusia sering berekspresi untuk mengungkapkan perasaannya. Perasaan tersebut bermacam-macam, ada perasaan senang, sedih, kecewa, marah, atau perasaan sedang jatuh cinta.
Sebagai contoh, bayi yang belum bisa berbicara mampu mengekspresikan apa yang dia rasakan dengan menangis atau tertawa.  Rasa lapar seorang bayi diekspresikan dengan menangis. Begitupun dengan seniman teater, harus mampu mengekspresikan dirinya sesuai dengan cerita yang hendak disampaikan. Jika ceritanya sedih, maka seniman teater juga dituntut untuk mampu berekspresi sedih. Tubuh merupakan alat utama yang digunakan para seniman teater untuk berekspresi. Selain tubuh, seniman teater juga dapat berekspresi menggunakan gerakan maupun suara.
Ekpsresi yang ditunjukkan para seniman teater Jaka Tarub cukup baik tetapi masih ada beberapa pemain yang kurang ekspresif. Masih ada beberapa ekspresi yang membingungkan. Seperti ekspresi ketika para bidadari hendak turun ke bumi, kurang begitu jelas ekspresinya sehingga sulit untuk menafsirkan apakah ketika itu mereka masih terbang atau sudah berada di bumi dan hendak mandi ke sungai. Selain adegan tersebut, ada adegan yang sangat ekpsresif yaitu adegan lelucon Tomo dan Topo yang mampu membuat penonton tertawa lepas. Perlu kita ketahui bahwa segala sesuatu pasti ada kekurangan dan kelebihan. Dalam teater hal tersebut sudah menjadi hal yang wajar. Setidaknya para seniman teater Jaka Tarub sudah berusaha untuk berekspresi dengan baik dan sesuai dengan kisah atau cerita yang hendak disampaikan.

Balasan Surat



Assalamualaikum Wr. Wb.
Selamat malam Bapak Setia Naka Andrian dosen mata kuliah Penulisan Media Massa.
Bagaimana kabar Bapak hari ini? Semoga Bapak dan keluarga selalu dalam keadaan baik, sehat, dan selalu dalam lindungan-Nya. Alhamdulillah saya selalu dalam keadaan baik dan sehat Bapak. Malam ini saya mempunyai sebuah harapan yang sederhana, ya berharap agar Bapak berkenan untuk sekedar membaca balasan surat dari mahasiswa Bapak ini. Dan semoga saja Bapak tidak merasa bingung ketika membaca surat dari saya ini. Mungkin isinya memang agak tidak jelas, tetapi percayalah Pak, surat ini saya buat dengan apa adanya.
Untuk masalah bahagia, tak usah dirisaukan atau diragukan lagi Pak. Saya disini selalu bahagia. Jika tak bahagiapun saya selalu berusaha untuk bahagia. Setiap hari selalu tersusun rencana untuk berusaha bahagia dan selalu tersenyum. Bukannya apa-apa, hanya saja kebahagiaan itu mungkin sebuah pilihan atau suatu cara untuk menikmati hidup. Sakitpun bila dirasakan dengan ikhlas dan dinikmati juga suatu kebahagiaan kok. Mungkin seperti suatu pantangan terlihat sedih dihadapan orang lain. Tak baik rasanya mahasiswa kok terlihat tak bahagia.
Kiranya Bapak tidak perlu meminta maaf kepada saya dan teman-teman mahasiswa. Jujur, mungkin saya dan teman-teman agak merasa terkejut atau agak kaget mendapat surat dari Bapak, tetapi kalau untuk masalah terbebani atau merepotkan saya kira tidaklah Pak. Dengan senang hati dan kelapangan dada saya membaca surat dari Bapak. Membalas surat dari Bapak juga saya lakukan dengan penuh kebahagaiaan dan penuh kelapangan dada.
Balasan surat ini saya buat dalam keadaan sadar, sehat, dan tanpa paksaan dari pihak manapun, selepas makan malam di sebuah tempat yang kecil tapi tak sempit, ditemani indahnya suara hujan serta sejuknya angin malam di pegunungan. Lebih tepatnya di sebuah tempat dimana saya dilahirkan dan dibesarkan. Mungkin ini adalah pertama kalinya saya membuat balasan surat di tempat yang spesial ini. Ya, di tempat spesial untuk dosen yang spesial pula tentunya.
Hemmm... Mahasiswaku yang masih sering makan indomie?? Maaf Pak, sekali lagi maaf. Khusus mahasiswamu yang satu ini sudah tidak pernah makan yang namanya indomie, sarimi, mie sedap, atau entah apalah itu yang bersaudara dengan indomie. Penyiksaan yang indomie dan teman-temannya berikan kepada saya tak mungkin dapat saya lupakan begitu saja. Semua itu masih terekam baik dalam memori saya. Bagi mahasiswa Bapak yang satu ini, satu lembar kerupuk jauh lebih berarti daripada semangkuk indomie. Sungguh, indomie bukanlah penawar lapar yang baik.
Mungkin ada beberapa suasana ketika Bapak tidak dapat hadir dalam perkuliahan. Berbagai rasa hadir seketika pemberitahuan itu datang. Rasa senang sesaat pasti ada, tetapi rasa berat juga ada Pak. Seperti yang dulu pernah Bapak utarakan, perkuliahan adalah suatu forum yang mulia. Jadi, jika Bapak tidak dapat hadir maka kami tidak mendapat kemuliaan tersebut.
Jika boleh saya jujur, saya agak bingung hendak menulis apa Pak. Tetapi baiklah Pak, melalui surat ini saya akan menjawab pertanyaan dari Bapak dengan sejujur-jujurnya. Ketika  ditanya tentang persoalan yang membuat saya malas untuk membaca, saya juga nggak begitu tahu mau menjawab apa. Terkadang muncul suatu niat yang kuat untuk membaca. Namun niat yang kuat tersebut tiba-tiba pupus ketika isi bacaan yang saya baca tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Agak susah mencari bacaan yang sesuai dengan keinginan hati dan perasaan Pak. Dan entah kenapa, terkadang saya juga merasa seperti ada yang menarik dari belakang agar tetap duduk dan tidak berdiri atau bahkan bergerak hanya sekedar untuk mengambil sebuah bacaan. Ah, mungkin itu hanya perasaan saya saja.
Rasa mennyesal juga selalu mondar-mandir dalam benak saya. Ingin rasanya bangkit dari tempat tidur dan membaca atau bahkan menulis. Namun disitulah saya merasakan keajaiban dari sebuah tulisan. baru juga membaca sekitar 30 menit, rasa ngantuk langsung melanda. Alhasil tidurpun menjadi solusinya. Mungkin ini suatu alasan yang tidak logis atau apalah itu, tetapi itulah yang saya rasakan.
Iya, Bapak benar. Mungkin hanya saya yang mampu memahami diri saya sendiri. Seperti halnya ketika ada orang yang sedang sakit, ya hanya orang itulah dokter yang terbaik untuk dirinya sendiri. Malas membaca ini juga termasuk penyakit yang cukup serius. Nampaknya seabrek alasan yang biasa-biasa saja itu harus dibuang jauh-jauh. Mungkin butuh usaha yang keras untuk menguatkan iman agar tak termakan oleh bujuk rayu setan agar tidak  membuang-buang waktu dengan sia-sia. Namun butuh waktu juga untuk mengubah kebiasaan dari seseorang. Setidaknya niat itu sudah ada dalam hati saya. Melalui sebuah tugas kuliahpun saya berterimakasih kepada Bapak. Dengan tugas yang Bapak berikan, saya belajar menulis. Meski tulisan saya hanya sederhana dan terkadang membingungkan tetapi semoga sajalah saya tidak bosan untuk berusaha memperbaikinya. Memang benar adanya, jika awalnya menulis ini dilandasi oleh sebuah keterpaksaan, tetapi semoga suatu saat hal ini bisa menjadi candu yang membuat saya selalu ingin melakukannya berulang-ulang.
Bapak dosen yang berbahagia, dan semoga selalu bahagia, mungkin sudah cukup balasan surat yang saya buat ini. Saya mohon maaf bila saya terlalu jujur dalam membuat surat ini. Saya takut menjadi pendosa jika berbohong dalam membuat surat ini. Jadi saya utarakan saja sesuai isi hati saya. Sekali lagi saya mengucapkan terima kasih.
Wassalamualikum Wr. Wb.