Assalamualaikum
Wr. Wb.
Selamat
malam Bapak Setia Naka Andrian dosen mata kuliah Penulisan Media Massa.
Bagaimana
kabar Bapak hari ini? Semoga Bapak dan keluarga selalu dalam keadaan baik,
sehat, dan selalu dalam lindungan-Nya. Alhamdulillah saya selalu dalam keadaan
baik dan sehat Bapak. Malam ini saya mempunyai sebuah harapan yang sederhana,
ya berharap agar Bapak berkenan untuk sekedar membaca balasan surat dari
mahasiswa Bapak ini. Dan semoga saja Bapak tidak merasa bingung ketika membaca
surat dari saya ini. Mungkin isinya memang agak tidak jelas, tetapi percayalah
Pak, surat ini saya buat dengan apa adanya.
Untuk
masalah bahagia, tak usah dirisaukan atau diragukan lagi Pak. Saya disini
selalu bahagia. Jika tak bahagiapun saya selalu berusaha untuk bahagia. Setiap
hari selalu tersusun rencana untuk berusaha bahagia dan selalu tersenyum.
Bukannya apa-apa, hanya saja kebahagiaan itu mungkin sebuah pilihan atau suatu
cara untuk menikmati hidup. Sakitpun bila dirasakan dengan ikhlas dan dinikmati
juga suatu kebahagiaan kok. Mungkin seperti suatu pantangan terlihat sedih
dihadapan orang lain. Tak baik rasanya mahasiswa kok terlihat tak bahagia.
Kiranya
Bapak tidak perlu meminta maaf kepada saya dan teman-teman mahasiswa. Jujur,
mungkin saya dan teman-teman agak merasa terkejut atau agak kaget mendapat
surat dari Bapak, tetapi kalau untuk masalah terbebani atau merepotkan saya
kira tidaklah Pak. Dengan senang hati dan kelapangan dada saya membaca surat
dari Bapak. Membalas surat dari Bapak juga saya lakukan dengan penuh kebahagaiaan
dan penuh kelapangan dada.
Balasan
surat ini saya buat dalam keadaan sadar, sehat, dan tanpa paksaan dari pihak
manapun, selepas makan malam di sebuah tempat yang kecil tapi tak sempit,
ditemani indahnya suara hujan serta sejuknya angin malam di pegunungan. Lebih
tepatnya di sebuah tempat dimana saya dilahirkan dan dibesarkan. Mungkin ini
adalah pertama kalinya saya membuat balasan surat di tempat yang spesial ini.
Ya, di tempat spesial untuk dosen yang spesial pula tentunya.
Hemmm...
Mahasiswaku yang masih sering makan indomie?? Maaf Pak, sekali lagi maaf.
Khusus mahasiswamu yang satu ini sudah tidak pernah makan yang namanya indomie,
sarimi, mie sedap, atau entah apalah itu yang bersaudara dengan indomie.
Penyiksaan yang indomie dan teman-temannya berikan kepada saya tak mungkin
dapat saya lupakan begitu saja. Semua itu masih terekam baik dalam memori saya.
Bagi mahasiswa Bapak yang satu ini, satu lembar kerupuk jauh lebih berarti
daripada semangkuk indomie. Sungguh, indomie bukanlah penawar lapar yang baik.
Mungkin
ada beberapa suasana ketika Bapak tidak dapat hadir dalam perkuliahan. Berbagai
rasa hadir seketika pemberitahuan itu datang. Rasa senang sesaat pasti ada,
tetapi rasa berat juga ada Pak. Seperti yang dulu pernah Bapak utarakan,
perkuliahan adalah suatu forum yang mulia. Jadi, jika Bapak tidak dapat hadir
maka kami tidak mendapat kemuliaan tersebut.
Jika
boleh saya jujur, saya agak bingung hendak menulis apa Pak. Tetapi baiklah Pak,
melalui surat ini saya akan menjawab pertanyaan dari Bapak dengan
sejujur-jujurnya. Ketika ditanya tentang
persoalan yang membuat saya malas untuk membaca, saya juga nggak begitu tahu
mau menjawab apa. Terkadang muncul suatu niat yang kuat untuk membaca. Namun
niat yang kuat tersebut tiba-tiba pupus ketika isi bacaan yang saya baca tidak
sesuai dengan apa yang diharapkan. Agak susah mencari bacaan yang sesuai dengan
keinginan hati dan perasaan Pak. Dan entah kenapa, terkadang saya juga merasa seperti
ada yang menarik dari belakang agar tetap duduk dan tidak berdiri atau bahkan
bergerak hanya sekedar untuk mengambil sebuah bacaan. Ah, mungkin itu hanya
perasaan saya saja.
Rasa
mennyesal juga selalu mondar-mandir dalam benak saya. Ingin rasanya bangkit
dari tempat tidur dan membaca atau bahkan menulis. Namun disitulah saya
merasakan keajaiban dari sebuah tulisan. baru juga membaca sekitar 30 menit,
rasa ngantuk langsung melanda. Alhasil tidurpun menjadi solusinya. Mungkin ini
suatu alasan yang tidak logis atau apalah itu, tetapi itulah yang saya rasakan.
Iya,
Bapak benar. Mungkin hanya saya yang mampu memahami diri saya sendiri. Seperti
halnya ketika ada orang yang sedang sakit, ya hanya orang itulah dokter yang
terbaik untuk dirinya sendiri. Malas membaca ini juga termasuk penyakit yang
cukup serius. Nampaknya seabrek alasan yang biasa-biasa saja itu harus dibuang
jauh-jauh. Mungkin butuh usaha yang keras untuk menguatkan iman agar tak termakan
oleh bujuk rayu setan agar tidak membuang-buang waktu dengan sia-sia. Namun
butuh waktu juga untuk mengubah kebiasaan dari seseorang. Setidaknya niat itu
sudah ada dalam hati saya. Melalui sebuah tugas kuliahpun saya berterimakasih
kepada Bapak. Dengan tugas yang Bapak berikan, saya belajar menulis. Meski
tulisan saya hanya sederhana dan terkadang membingungkan tetapi semoga sajalah
saya tidak bosan untuk berusaha memperbaikinya. Memang benar adanya, jika awalnya
menulis ini dilandasi oleh sebuah keterpaksaan, tetapi semoga suatu saat hal
ini bisa menjadi candu yang membuat saya selalu ingin melakukannya berulang-ulang.
Bapak
dosen yang berbahagia, dan semoga selalu bahagia, mungkin sudah cukup balasan
surat yang saya buat ini. Saya mohon maaf bila saya terlalu jujur dalam membuat
surat ini. Saya takut menjadi pendosa jika berbohong dalam membuat surat ini.
Jadi saya utarakan saja sesuai isi hati saya. Sekali lagi saya mengucapkan
terima kasih.
Wassalamualikum
Wr. Wb.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar